Kupu-Kupu
dan Mahkota Bunga
Karya: Ichwan Arif, S.S.
Karya: Ichwan Arif, S.S.
Di
taman, Bunga terlihat murung. Tidak ada keceriaan yang terpancar dari wajahnya.
Hari-hari dilalui dengan kesedihan. Bahkan sinar matahari yang sering dinanti
setiap pagi, dia lewatkan. Air matanya terus menetes dari kedua matanya.
“Selamat pagi, Bunga?” sapa
Kupu-Kupu Kuning ketika mendekat. Bungah tidak menjawab satu kata pun. Elok
Kuntumnyapun tidak ditampakan seperti biasanya. Lebih sering, warna cerahnya tertutupi
bekas air mata. Kupu-Kupu Kuning menjadi
bingung.
Dua sahabatnya yang lain, Kupu-Kupu Merah dan Putih, juga
turut sedih. Bunga diam seribu bahasa. Dia memilih duduk sendirian di pojok
taman.
“Ada apa dengan Bunga, ya?” ujar Kupu-Kupu Kuning,
sambil duduk di dahan pohon cemara. “Tidak biasanya dia sedih seperti ini.”
“Kelihatan Bunga sangat sedih, tapi aku juga tidak tahu
kira-kira ada masalah apa, ya” papar Kupu-Kupu Putih, kebingungan.
“Gimana,
kalau kita menanyakan masalah tersebut pada Bunga. Mudah-mudahan dia mau jurhat
pada kita,” gumam Kupu-Kupu Merah, cepat. “Tapi ingat, kita harus bisa menjaga
perasaannya supaya dia tidak marah,” lanjutnya, cepat.
“Ok, saya setuju dengan pendapat Kupu-Kupu Merah. Kita
juga harus sepakat dulu, setelah kita mengetahui masalah Bunga, kita harus
membantu sehingga kesedihan Bunga bisa cepat selesai dan kita bisa bermain-main
lompat tali, dan mendapat nectar dari sari bunganya,” ujar Kupu-Kupu Kuning,
sigap.
Ketiganya pun menyetujui dengan hasil diskusi. Mereka bersama-sama
terbang menemui Bunga yang duduk sendirian. Sinar matahari sebentar lagi
berwarna merah sebagai tanda sore akan berganti malam. Bunga belum menunjukkan
keceriannya.
“Maaf, ya teman-teman, mungkin kalian melihatku agak
aneh hari ini,” papar Bunga, sedih, sambil mengusap air mata. “Maaf, Bunga.
Apakah ada yang bisa kita bantu untuk menghilangkan kesedihanmu? Kami siap
membantu apabila dibutuhkan,” jawab Kupu-Kupu Kuning, sambil menghapus air mata
yang menentes di pipi Bunga.
“Aku sedih. Kemarin malam, Gagak mencuri mahkotaku saat
aku sedang mengumpulkan kayu bakar di belakang rumah,” jelas Bunga. “Dia membawa
mahkotaku ke Istana Peri jahat di balik gunung di sana,” lanjutnya, sambil
menunjukkan arah gunung yang berada di depannya.
“Jangan bersedih Bunga, kami siap membantu,” kata Kupu-Kupu
Merah, singat. “Kamu di sini saja, kami bertiga akan terbang menuju Istana Peri
untuk mengambil mahkotamu.”
Ketiga Kupu-Kupu selanjutnya mengatur strategi dan mengeluarkan
peta yang ada di tas ranselnya. Setelah berdiskusi hampir 10 menit, ketiga
Kupu-Kupupun berpamitan. “Bunga, kami pergi dulu. Kamu berdoa supaya mahkota
kamu bisa cepat kembali,” ujar Kupu-Kupu Putih, bersalaman.
“Hati-Hati, sahabatku! Gagak dikenal sangat licik.
Bawalah serbuk sari ini. Nanti, ketika kamu ketemu Gagak dan penjaga istana, tebarkan
serbuk ini. Mereka akan tertidur pulas. Setelah itu, ambillah mahkota yang
disimpan di bilih istana,” jelas Bunga, sambil menyerahkan 3 kantung serbuk. “Baik,
Bunga, kami akan laksanakan.” Ketiga Kupu-Kupu mengepakkan sayap, terbang menuju
Istana Peri.
Tepat di pohon beringin tua, dekat Istana Peri, mereka
berhenti. Terlihat berdiskusi yang serius, mempersiapan misi penyusupan. “Putih,
kamu ke samping kanan istana. Kamu harus ekstra hati-hati, di sana banyak CCTV
yang dipasang. Ketika terbang, jangan kedengaran suara kepakan sayapmu, setiap
dinding istana semua dilengkapi penyadap suara yang supercanggih,” jelas
Kupu-Kupu Kuning.
“Merah, kamu bergerak ke sisi kiri istana. Hati-hati
karena setiap sisi sudut istana terdapat jebakan tombak yang siap menerjang
tubuhmu,” perintah Kupu-Kupu Kuning, sambil menyerahkan kantung serbuk. “Saya sendiri
akan menyusup dari depan. Nanti kita ketemu di depan bilik istana yang berada
di ruang istana paling atas. Ada pertanyaan?” lanjutnya, sambil menjelaskan
kepada teman-temannya.
“Ok, siap.” Kupu-Kupu Putih dan Merah, serempak
menjawab. Merekapun melakukan aksi. Kupu-Kupu Putih terbang dengan hati-hati membawa
kantong serbuk.
Kupu-Kupu
Merah mengendap-endap ke arah samping istana. Kupu-Kupu Kuning terbang tinggi
sambil menyebar serbuk kepada penjaga pintu gerbang. Hanya hitungan detik, kedua
penjaga tertidur pulas.
Kupu-Kupu Putih dan Merah menyebarkan serbuk ke
langit-langit istana. Gagak dan puluhan penjaga istana semua tertidur. Mereka bergegas terbang menuju bilik istana. Sesuai
rencana, mereka bertiga bertemu di depan bilik. Kupu-Kupu Kuning pun mengambil
kunci pintu dari balik baju Si Gagak yang
tergeletak di teras bilik.
“Kriet……….. .”
Pintu terbuka. Mahkota terlihat bercahaya, berkilauan.
“Cepat kita ambil. Dua menit lagi Gagak dan para
penjaga akan bangun,” papar Kupu-Kupu Kuning. “Tit, titttttttttttt ………..” Alangkah kagetnya ketiga Kupu-Kupu.
Bunyi sirine yang terdapat di balik tempat mahkota berbunyi keras. Mereka pun
meninggalkan istana.
“Tutup pintu istana dan lepaskan seluruh jaring. Jangan
sampai Kupu-Kupu itu lepas,” teriak Gagak, memerintahkan pada seluruh penjaga.
Kupu-Kupu kuning, putih, dan merah mempercepat terbangnya, melesat bagai sinar.
Belum sempat semua pintu tertutup dan jaring menyelimuti semua ruangan, mereka
berhasil meninggalkan Istana Peri dengan selamat.
“Saya yakin, Bunga akan senang melihat mahkota ini
berhasil kita bawa pulang. Yang jelas, dia tidak akan sedih kembali,” kata
Kupu-Kupu Putih, dengan perasaan senang.
Wajah Bunga berbinar ketika melihat ketiga sahabatnya
berhasil membawa mahkota. Dia langsung menyongsong sahabatnya dengan senyuman.
“Terima kasih,
sahabatku. Kalian adalah sahabatku yang paling baik,” jawab Bunga, sambil
menerima mahkota. Kupu-Kupu Kuning, Putih, dan Merah saling berpandangan.
Mereka gembira karena Bunga sudah bisa tersenyum. “Misi kita telah berhasil,
kawan-kawan,” kata Kupu-Kupu Kuning, bangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar