Lukisan
Bunga Kirana
Karya: Ichwan Arif, S.S.
Sudah hampir 1 minggu,
Kirana terbaring di kamar 14, RS Harapan Bunda.
Kondisinya semakin memburuk ketika dokter memeriksa 4 hari yang lalu.
Akibat penyakit leokimia yang diderita, Kirana harus menjalani perawatan
intensif dari pihak dokter spesialis penyakit dalam.
Meskipun demikian, tidak sedikitpun
terpancar kesedihan maupun rasa sakit dari raut wajah Kirana. Dia selalu
tersenyum ketika kepada semua teman-temannya yang menjenguk, dokter maupun
perawat. Tidak ada air matapun yang menetes atau wajah muram yang ditampakkan
kepada ayah dan bunda.
“Bunda, izinkan aku untuk melukis,
ya,” pintah Kirana, sambil tersenyum.
“Sayang, Adik harus banyak
istirahat. Ingat kata dokter kemarin. Supaya adik cepat pulang dan bisa
mengunjungi taman bunga, melihat kupu-kupu, bermain lompat tali, Adik harus
tidak banyak gerak,” jawab bunda, sambil menirukan ucapan dokter.
“Saya tidak sakit, Bunda. Kirana
kuat. Bunda nggak usah khawatir,
Kirana akan tetap bisa bermain dengan bunga-bunga, menangkap kupu-kupu dengan
menggambar dengan crayon,” ujar Kirana, memohon. “Kalau Bunda sayang sama
Kirana, izinkan untuk menggambar meskipun Kirana berbaring di ranjang ini.
Nanti, kalau lukisan-lukisan uda jadi, bisa ditempel di dinding kamar ini.
Kirana bosan dengan dinding berwarna putih ini. Kayak ndak ada warna lain aja,” tambahnya.
Meskipun dengan berat hati, bunda
Kirana pun menganggukan kepala tanda mengiyahkan usulannya. “Tapi ingat, kalau udah capek,
Kirana harus nurut ama Bunda. Kirana
harus istirahat dan minum obat, ya.” Kirana pun setuju dengan syarat yang
diajukan bundanya. Tangan kirinya memegang dengan lembut pipi bunda. Bundanya
pun menyambut dengan kecupan di kening Kirana.
Bunda Kirana pun mengambil HP yang tergeletak di meja.
Sejurus kemudian terjadi percakapan dengan ayah. “Ayah, adik minta dibawakan
crayon dan buku gambar. Jangan lupa nanti saat ke rumah sakit dibawa ya.”
Kirana pun terus menggoreskan crayon
di atas kertas gambar putih. Dia terus tersenyum, bicara sendiri dengan objek
gambarnya. Sesekali dia menoleh ke wajah bunda yang duduk di samping ranjang.
Satu objek lukisan diselesaikan hanya 15 menit, setelah itu, dia meraih kertas
kembali dan memilih warna crayon, lalu menggambar lagi.
Bunda Kirana kadang tidak tega
melihat deritanya. Tangisannya tidak pernah dia perlihatkan. Meskipun hanya dia
lampiskan ketika berada di kamar mandi atau ketika di luar kamar.
Hanya 1 hari saja, Kirana bisa
menghasilkan 10 lukisan dengan objek bunga. Hampir semua warna yang dipilih
cerah. Begitu seterusnya. Sesuai dengan permintaan Kirana, bundanya pun
memajang lukisan bunga di seluruh dinding kamar. Tidak ada celah yang tersisa.
Semua penuh dengan lukisan bunga Kirana.
Sampai-sampai dokter yang memeriksa
terkesimak dengan semangat yang diperlihatkan Kirana. “Waduh, ada yang pameran
lukisan di sini, ya,” papar Dokter Iskandar, sambil meneliti dengan cermat satu
per satu lukisan yang menempel di dekat pintu. “Kirana hebat. Lukisan sangat
bagus. Bunganya benar-benar luar biasa. “Boleh nggak saya minta satu lukisan ini untuk saya koleksi di rumah,”
pinta Dokter Iskandar, sambil memeriksa Kirana, dengan nada lembut.
“Ibu, yang memiliki ide ini siapa?”
tanya dokter kepada Bunda Kirana sesaat selesai memeriksanya.
“Kirana sendiri, dokter. Saya minta
maaf kalau tidak mematuhi nasihat dokter supaya Kirana banyak istitahat,” jelas
Bunda Kirana.
“Tidak, ibu tidak perlu minta maaf pada saya. Yang
seharusnya adalah saya berterima kasih pada ibu karena kondisi Kirana jauh
lebih baik dari 4 hari yang lalu.
Setelah
saya melakukan pemeriksaan, perkembangan kesehatan Kirana jauh lebih bagus,”
kata dokter, panjang lebar.
Ya, semenjak Kirana diperbolehkan menggambar
dan lukisannya ditempel di dinding kamar, kondisi kesehatannya menunjukkan
hasil yang luar biasa. Setiap saudara atau teman-temannya lebih sering
menanyakan tentang lukisannya ketimbang menanyakan kondisinya. Semua
berkomentar tentang jenis bunga, dan pewarnaannya.
“Wah, hebat kamu Kirana, bisa pameran
lukisan di rumah sakit,” komentar Marissa, teman sebangku Kirana di kelas. “Ada
bunga mawar, anggrek, matahari, melati, flamboyan, dan tulip. Sepertinya saya
berada di taman bunga,” tambahnya, sambil meneliti satu per satu lukisan.
***
“Ayo, coba tebak, saya bawa apa?”
tanya Dokter Iskandar, ketika masuk kamar sebelum memeriksa Kirana. Kirana
penasaran dengan apa yang yang disembunyikan di balik badan Dokter Iskandar.
“Dokter bawa apa?” tanya Kirana,
penasaran.
“Tebak dulu, baru tak kasih tahu,”
tanya balik, Dokter Iskandar, sambil tersenyum kepada Kirana.
“Boneka Angry Birds kesukaan Kirana,” jawab Kirana, singkat. Dokter
Iskandar menggelengkan kepala tanda jawaban Kirana salah. Kirana tambah
penasaran dibuatnya.
“Dokter bawa tropi, piagam, dan hadiah
uang untuk Kirana,” jawab Dokter Iskandar. “Lukisan bunga Kirana yang kemarin bapak
minta itu, diam-diam dokter ikutkan
lomba. Eh, nggak tahunya lukisan
bunga anggrek Kirana jadi juara I dalam lomba lukis yang diadakan oleh RS
Harapan Bunda. Selamat ya, Kirana. Kamu
pelukis cilik luar biasa,” tambahnya, sambil menyerahkan semua hadiah kepada
Kirana.
Hati Kirana bukan main gembiranya.
“Ini hadiah ulang tahunku yang tidak bisa saya lupakan,” ujarnya, sambil
memeluk tropi. “Terima kasih, Dok,” tambahnya, bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar